PEMBAHASAN
SIRAH NABI MUHAMMAD SAW. TAHUN 9 DAN 10 HIJRIYAH
A. PERISTIWA PASCA PENAKLUKAN MEKKAH
1. Para pegawai pemungutan sedekah (zakat)
a. Uyainah bin Hishn diutus ke Bani Tamim
b. Yazid bin al-Hushain, diutus ke Bani Aslam dan Bani Ghifar
c. Abbad bin Bisyr al-Asyhali, diutus ke Bani Sulaim dan Muzainah
d. Rafi’ bin Mukayyits, diutus ke Juhainah
e. Amr bin al-Ash, diutus ke Bani Fuzarah
f. Basyir bin Sufyan diutus ke Bani Ka’b
g. Ibn al-Lutbiyyah al-Azdi, diutus ke Bani Dzubyan
h. Al-Muhajir bin Abu Umayah, diutus ke Shan’a
i. Ziyad bin Labib, diutus ke Hadhramaut
j. ‘Adi bin Hatim, diutus ke kabilah Thayyi’ dan Bani Asad
k. Malik bin Nuwairah, diutus ke Hanzhalah
l. Az-Zabarqan bin Badr, diutus ke sebagian Bani Sa’d
m. Qais bin Ashim, diutus ke sebagian Bani Sa’d yang lain
n. Al-A’la’ bin al-Hadhrami, diutus ke kawasan al-Bahrain
o. Ali bin Abi Thalib, diutus ke Najran
2. Pengiriman Pasukan Khusus
a. Pasukan khusus ke Bani Tamim di bawah komando Uyainah bin Hishn al-Fazari. Pasukan ini berjumlah lima puluh pasukan berkuda. Karena Bani Tamim telah memprovokasi beberapa kabilah dan mencegah mereka untuk membayar jizyah (upeti).
b. Pasukan khusus di bawah komando Quthbah bin Amir ke perkampungan Khats’am di pojok Tubalah pada bulan Shafar.
c. Pasukan khusus di bawah komando adh-Dhahaq bin Sufyan al-Kilabi ke Bani Kilab pada bulan Rabi’ul Awal dengan tujuan menyuruh mereka masuk Islam. Namun mereka enggan dan mengajak berperang.
d. Pasukan khusus di bawah komando Alqamah bin Mujazziz al-Mudlijiy menuju pesisir Jeddah pada bulan Rabi’ul Akhir. Jumlah pasukan 300 prajurit.
e. Pasukan khusus di bawah komando Ali bin Abi Thalib pada bulan Rabi’ul Awwal untuk menghancurkan salah satu berhala al-Qalas di daerah Thayyi’.[1]
B. PERANG TABUK
1. Latar belakang terjadinya perang Tabuk
Sebabnya, seperti diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dan lainnya, karena kaum Muslimin mendapat berita dari para pedagang yang kembali dari negeri Syam bahwa orang-orang Romawi telah menghimpun kekuatan besar dengan dukungan orang-orang Arab Nasrani dari suku Luhkam, Judzam, dan lainnya yang berada di bawah kekuasaan Romawi. Setelah pasukan perintis mereka sampai di Balqa’, Rasulullah saw., memobilisasi kaum Muslimin untuk mengahadapi mereka. Thabrani meriwayatkan dari hadits Ibnu Hushain bahwa jumlah tentara Romawi sebanyak 40.000 personil.[2]
Perang ini terjadi pada Bulan Rajab Tahun Kesembilan Hijriyah. Yakni peperangan membuka kota Makkah untuk menentukan di antara al-Haq dan al-Batil, kebenaran dan kepalsuan, hingga dengannya tiada ruang lagi untuk kesangsian dan keraguan tentang kebenaran risalah yang dibawa oleh Muhammad saw. dikalangan orang-orang Arab. Pada peristiwa ini sangat banyak orang-orang Arab memeluk agama Islam.
Perang ini merupakan perseteruan melawan kekuatan terbesar dan negara terkuat pada masa itu, dengan persenjataan yang sangat kuat, sesuatu yang menakutkan bagi orang-orang Arab.[3]Permulaan tentangan mereka ialah pembunuhan yang mereka lakukan ke atas duta Rasulullah saw. al-Harith bin Amir al-Uzdi oleh Syurahbil bin Amru al-Ghassani ketika dia di utus untuk membawa risalahnya untuk diserahkan kepada penguasa Basra. Peristiwa tersebut memaksa Rasulullah saw. untuk mengirim pasukan khusus yang dikomandani oleh Zaid bin Haritsa sehingga terjadilah pertempuran yang cukup sengit di Mu’tah. Walaupun pada pertempuran tersebut tidak berhasil membalas dendam terhadap orang-orang zhalim, namun menyisakan rasa takut yang cukup besar bagi orang-orang Arab yang berada di daerah yang jauh maupun dekat.
Kaisar Romawi tidak pernah menganggap remeh dampak perang Mu’tah yang begitu besar bagi kepentingan kaum Muslimin, demikian juga dengan banyaknya kabilah-kabilah Arab yang berambisi melepaskan diri dari kekuasaan Kaisar setelah itu dan bergabung dengan kaum Muslimin. Mengingat betapa pentingnya hal ini, maka belum sampai satu tahun pasca perang Mu’tah, kaisar sudah mulai menyiapkan pasukan dan juga mulai menyiapkan suatu peperangan berdarah yang amat menentukan.[4]
2. Informasi Umum Mengenai Persiapan Romawi dan Ghassan
Kabar mengenai persiapan Romawi dan Ghassan untuk melakukan perang penetuan terhadap kaum Muslimin sudah tersebar di Madinah sehingga rasa takut dan khawatir menyelimuti mereka setiap saat. Sampai-sampai setiap kali mendengar suara-suara yang aneh selalu diasumsikan sebagai pasukan Romawi yang datang menyerang.
Semua itu mengindikasikan betapa kritisnya keadaan yang dirasakan kaum Muslimin dalam mengahadapi pasukan Romawi. Ditambah lagi dengan sikap orang-orang munafik yang tidak ketinggalan menyebarkan kabar tentang segala persiapan pasukan Romawi. Orang-orang munafik sangat berharap terjadinya hal-hal yang buruk terhadap Islam dan pemeluknya.[5]
3. Informasi Khusus seputar persiapan Romawi dan Ghassan
Demikianlah situasi dan kondisi yang dihadapi kaum muslimin dan berita yang diterima mereka tatkala disampaikan oleh orang-orang dari suku Nabath yang datang membawa minyak dari Syam menuju Madinah bahwa Heraclius telah menyiapkan tentara yang amat besar berkekuatan 40 ribu pasukan ahli perang.
Sebuah pasukan tentara yang hendak menyerang perbatasan tanah Arab sebelah utara, dengan suatu serangan yang akan membuat orang lupa akan penarikan mundur yang secara cerdik dilakukan pihak Arab di Mu’ta dulu itu. Juga akan membuat orang lupa akan pengaruh Muslimin yang deras maju ke segenap penjuru yang hendak membendung kekuasaan Rumawi di Syam dan kekuasaan Persia di Hira.[6]
4. Suasana Bahaya Semakin Meruncing
Faktor yang membawa suasana lebih merbahaya ialah masa, kerana ketika ini ialah musim kemarau yang teruk melanda al-Madinah, semua orang mengalami kesusahan hidup, kawasan tanaman kekeringan air dan binatang tunganggan berkurangan, cuma buah-buahan sahaja yang nampak menjadi dan matang, apa lagi tuannya berasa segan untuk bergerak keluar meninggal dusun, tambahan pula jarak yang jauh dan jalan pun sukar dilalui.[7]
5. Tentera Islam Bergerak Ke Tabuk
Rasulullah mulai bergerak pada hari Kamis ke arah selatan menuju Tabuk dengan membawa pasukan yang besar jumlah mencapai 30.000 prajurit. Sebelumnya, pasukan muslimin tidak pernah pergi berperang dengan jumlah sebesar ini. Oleh karena itu mereka tidak mampu untuk mempersiapkan segala kebutuhan secara maksimal. Sehingga satu kendaraan unta harus dinaiki delapan belas prajurit secara bergantian. Kadang mereka terpaksa memakan dedaunan hingga bibir mereka menjadi bengkak. Mereka juga terpaksa harus menyembelih unta untuk mengambil air dari kantong air di dalam perutnya. Padahal jumlah unta yang dibawa sangat minim. Pasukan dinamakan Jaisy al-‘Usrah (Pasukan dalam masa kesulitan).
Tentara Islam bergerak ke Tabuk melalui kawasan al-Hijr perkampungan Tsamud, suku kaum yang telah memotong batu-batu bukit, di lembah "Wadi al-Qura". Tentara Islam mengambil air di lembah tersebut.
Pasukan Islam tiba di Tabuk dan berkubu di sana. Rasulullah sudah siap menghadapi musuh, beliau menganjurkan untuk meraih keutamaan dunia dan akhirat. Memberi peringatan dan ancaman, memberi kabar gembira sehingga semangat pasukan bergelora dan dapat membayar kekurangan dan ketimpangan.
Di sisi lain orang-orang Romawi dan sekutunya terlihat gentar saat mendengar pasukan Rasulullah saw. Mereka tidak memiliki nyali untuk memulai maju dan berhadapan langsung. Sehingga orang-orang Romawi berpencar-pencar di setiap perbatasan negeri mereka.
Yahnah bin Rubah pemimpin kabilah Aylah, datang mengajak berdamai dengan Rasulullah saw., lalu memberika upeti. Selanjutnya, datang juga penduduk Jarba’ dan Adzruh, mereka juga menyerahkan upeti.
Lalu Rasulullah mengutus Khalid bin al-Walid bersama 420 pasukan penunggang kuda kepada raja di Dumatul Jandal bernama Ukaidir bin Abdul Malik. Beliau berkata kepada Khalid, “Sesungguhnya kamu akan mendapatinya (Ukaidir) sedang berburu sapi.” Lalu Khalid berangkat dan menemukan Ukaidir sedang memburu sapi, lalu ia menangkap Ukaidir dan membawa kepada Rasulullah. Beliau menjamin keamana Ukaidir dan menawarkan untuk berdamai dengan syarat menyerahkan upeti sebesar 2000 ekor unta, 800 orang tawanan, 400 buah baju besi, dan 400 buah tombak. Dia berseia untuk menyerahkan jizyah (upeti).
Kabilah-kabilah yang dahulu mengabdi kepada kekaisaran Romawi merasa yakin bahwa ketergantungan mereka terhadap tuan-tuan mereka terdahulu sudah berakhir dan berpindah tangan kepada kaum muslimin. Dengan begitu, wilayah Daulah Islamiyah bertambah luas sehingga menjadi berbatasan langsung dengan wilayah kekuasan Romawi.[8]
6. Kembali ke Madinah
Pasukan Islam kembali dari Tabuk dengan meraih kemenangan, tanpa melakukan peperangan. Dan Allah pun telah mencukupkan peperangan ini atas orang-orang beriman.
Ketika sampai di jalan berbukit dalam sebuah perjalanan pulang, ada dua belas orang munafik yang mencoba membunuh Rasulullah saw. peristiwa ini terjadi ketika beliau berjalan di suatu bukit bersama Ammar yang bertugas memegang tali kekang unta beliau dan Hudzaifah bin al-Yaman yang berjalan menggiringnya. Tiba-tiba datang orang-orang munafik dengan menutup kepala dengan kain. Rasulullah memukul wajah tunggangan-tunggangan mereka dengan tongkat yang sedang dipegangnya sehingga membuat mereka jadi takut. Akhirnya mereka kembali bergabung dengan pasukan yang lain. Rasulullah menyebutkan nama-nama mereka kepada Hudzaifah sekaligus niat buruk mereka terhadap beliau. Karena itulah Hudzaifah dijuluki pemegang rahasia Rasulullah saw. peristiwa ini lalu diabadikan lewat firman-Nya:
Artinya: “Dan mereka menginginkan apa yang tidak mereka capai.” (QS. At-Taubah: 74)
Kepulangan Nabi saw. dari Tabuk dan sampainya kembali ke Madinah terjadi pada bulan Rajab tahun 9 Hijriyah. Peperangan ini memakan waktu 50 hari, selama 20 hari beliau menetap di Tabuk, dan selebihnya dihabiskan untuk perjalananberangkat dan pulang. Dan peperangan tersebut merupakan peperangan terakhir yang belaiu ikuti. [9]
7. Orang-orang yang tidak ikut serta
Karena kondisinya yang khusus, peperangan ini merupakan cobaan yang berat dari Allah di mana diketahui perbeaan antara orang-orang yang benar-benar beriman dan orang-orang selain mereka, sebagaiman dalam firman Allah:
Artinya: “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kalian sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dengan yang baik (mukmin). (QS. Ali Imran: 179)
Orang-orang munafik yang tidak ikut dalam perang ini berjumlah sekitar 80 orang. mereka mengemukakan alas an mereka masing-masing yang kebanyakan dibuat-buat dan diada-adakan. Sedangkan tiga orang dari golongan orang-orang mukmin yang lurus, yaitu Ka’b bin Malik, Murarah bin Rabi’, dan Hilal bin Umayyah. Mereka berkata apa adanya mengapa tidak ikut serta dalam peperangan ini. Sebagai hukumannya Rasulullah melarang para sahabat berbicara dengan mereka bertiga dan mereka juga harus menjalani pengucilan secara total dengan orang-orang mukmin. Mereka benar-benar merasakan tekanan yang amat berat, terlebih lagi mereka juga harus berjauhan dengan istri mereka selama empat puluh hari, hingga pengucilan ini berlangsung selama lima puluh hari. Kemudiam Allah menurunkan ampunan-Nya kepada mereka:
Artinya: “Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari siksa Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allahlah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah: 118)
8. Pengaruh Peperangan
Perang Tabuk merupakan peperangan terakhir ketika zaman Rasulullah dan membawa pengaruh yang besar bagi kaum Muslimin. Kedudukan mereka semakin kuat di Jazirah Arab dan pengaruh Islam semakin kuat di kalangan mereka dengan banyaknya orang yang berbondong-bondong masuk Islam.
a. Sirnanya harapan orang-orang jahiliyah dan kaum munafiq yang selalu menantikan kebinasaan kaum muslimin.
b. Allah memerintahkan untuk berbuat keras terhadap orang-orang munafiq, hingga melarang untuk menerima shadaqah mereka, menshalatkan jenazah, memohonkan ampun untuk mereka dan memohonkan ampun (berdo’a) di kuburan mereka.
c. Allah memerintahkan untuk menghancurkan masjid dhirar.
d. Tersingkapnya kedok orang munafiq dengan turunnya wahyu, sehingga tak ada sesuatupun yang tersembunyi.
9. Beberapa Peristiwa Penting Pada Tahun 9 Hijriyah
a. Setelah Rasulullah pulang dari Tabuk, terjadi Li’an antara Uwaimir Al Ajlany dan istrinya.
b. Seorang wanita Ghamidiyah dirajam, setelah mengakui telah berbuat zina, dan dirajam setelah menyapih anak hasil perzinahan tersebut.
c. Raja Najasyi Ash Hamah meninggal dunia dan Rasulullah ` melaksanakan shalat ghaib.
d. Putri Rasulullah Ummu Kultsum meninggal dunia.
e. Setelah Rasulullah kembali dari Tabuk, Abdullah bin Ubay bin Salul gembong orang munafiq meninggal dunia.
C. ABU BAKAR MENUNAIKAN HAJI
Sekembalinya dari Tabuk, Rasulullah saw. ingin melaksanakan ibadah Haji, kemudian bersabda:
Artinya: “Tetapi orang-orang musyrik masih hadir melakukan thawaf dengan telanjang. Aku tidak ingin melaksanakan ibadah haji sebelum hal itu dihapuskan.”
Pada bulan Dzul-Qa’idah atau Dzul-Hijjah tahun 9 H., Rasulullah saw. mengutus Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. agar menjadi pemimpin pelaksanaan manasik haji bagi orang-orang muslim.[10]
Peristiwa haji ini dapat dikatakan sebagai persiapan menghadapi haji akbar, yaitu haji wada’. Pada haji Abu Bakr ini, diumumkan batalnya semua perjanjian yang ada dengan kaum musyrikin dan dimulainya tahapan baru kehidupan di jazirah Arab. Karena itu, tidak ada pilihan lain bagi manusia selain menerima syariat Allah swt. Setelah ultimatum ini tersebar, kabilah-kabilah Arab mulai yakin urusan ini bukan main-main. Paganisme sudah hancur. Mulailah mereka mengirim utusan menyatakan terang-terangan keislaman mereka.
Abu Bakr radhiyallahu anhu bertolak dari Madinah bersama tiga ratus orang menuju Tanah Haram yang sudah dibersihkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dari berhala dan tempat-tempat pemujaan. Abu Bakr radhiyallahu anhu berangkat membawa lima ekor unta untuk korban, sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim pula dua puluh lima ekor yang beliau tandai sendiri.
1. Orang-orang Musyrik dan Tradisi Mereka dalam Haji
Seperti telah diketahui bahwa menunaikan ibadah haji ke Baitullah al-Haram adalah termasuk warisan yang diterima oleh orang-orang Arab dari Ibrahim a.s. Ia termasuk sisa-sisa ajaran Hanafiyah yang masih mereka pelihara, tetapi sudah banyak kemasukan karat-karat jahiliyah dan kebathilan ajaran kemusyrikan. Sehingga warna kemusyrikan lebih dominan daripada yang seharusnya dilakukan berdasarkan aqidah tauhid. Ibnu A‘idz berkata bahwa kaum musyriin sebelum tahun ini menunaikan ibadah haji bersama kaum Muslimin. Mereka mengganggu kaum Muslimin dengan mengeraskan ucapan “talbiah” mereka yang artinya: “Tiada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang pantas bagi-Mu dan baginya.”
Beberapa orang di antara mereka melakukan thawaf dengan telanjang, tanpa pakaian sama sekali. Perbuatan ini mereka anggap sebagap penghormatan kepada Ka‘bah. Kata salah seorang di antara mereka: “Aku Thawaf di Ka‘bah sebagaimana saat aku dilahirkan oleh ibuku, tidak ada kotoran benda dunia yang melekat ditubuhkku.” Kotoran-kotoran jahiliyah ini habis pada tahun ke-9 Hijriyah, tahun dimana Abu Bakar memimpin rombongan haji dan disampaikannya peringatan kepada semua orang musyrik bahwa Masjidil Haram harus dibersihkan dari kotoran-kotoran kemusyrikan untuk selama-lamanya.
2. Berakhirnya perjanjian dengan Diumumkannya Peperangan.
Perlu anda ketahui bahwa kaum Musyrikin pada waktu itu, sebagiamana dikatakan oleh Muhammad bin Ishaq dan lainnya, ada dua kategori. Pertama, mereka yang punya perjanjian dengan Rasulullah saw tetapi masa berakhirnya perjanjian tersebut kurang dari empat bulan. Kepada mereka ini diberi tempo sampai berakhirnya masa pernjanjian tersebut. Kedua, mereka ynag punya perjanjian dengan Rasulullah saw tanpa batas. Kepada mereka ini al-Quran di dalam surat Bara‘ah membatasi masa berakhirnya dengan empat bulan, kemudian setelah itu merka berada dalam keadaan perang dengan kaum Muslimin, Mereka boleh dibunuh dimana saja ditemukan, kecuali jika masuk Islam dan menyatakan taubat. Permulaan batas waktu ini adalah har Arafah, pada tahun ke-9 Hijriah sampai tanggal bulan Rabi’ul Akhir.
Dikatakan yaitu pendapat Al Kalbi bahwa empat bulan tersebut adalah tempo yang diberikan kepada orang musyrik yang punya perjanjian kurang dari empat bulan dengan Rasulullah saw. Sedangkan ornag musyrik yang punya perjanjian dengan Rasululah saw lebih dari empat bulan maka Allah telah memerintahkan agar disempurnakan sampai berakhir batas waktunya. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah :
Artinya: Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengdakana perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak pula mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.“ (QS At-Taubah : 4)
Tetapi pendapat yang pertama lebih benar dan tepat, karena Surat Bara‘ah tidak menegaskan sesuatu yang baru sebagaimana pendapat al-Kalbi di atasnya. Ia hanyalah merupakan penegasan terhadap perjanjian-perjanjian ynag sudah disetujui antara Rasulullah saw dan kaum musyrikin, Ia tidak mengubah sedikit pun dari perjanjianperjanjian itu ataupun mengemukakan hal yang baru. Seandainya demikian, lantas apaartinya Ali ra membacakan surat tersebut di hadapan khalayak kaum musyrikin sebagai peringatan bagi mereka?
3. Penegasan Tentang Hakekat Makna Jihad.
Di dalam surat ini terdapat penegasan baru bahwa jihad di dalam syar‘i Islam bukan perang defensif sebagaimana diinginkan oleh para orientalis. Perhatikanlah firman Allah yang memperingatkan sisa-sisa kaum Musyrikin di sekitar Mekkah dari penduduk Nejd dan lainnya.
Artinya: Inilah pernyataan pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya yang ditujukan kepada orang-orang musyrik yang kaum Muslimin telah mengadakan perjanjian dengan mereka. Maka berjalanlah kamu (kaum Musyrikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir. Dan (inilah) pemakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada umamt manusia pada haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri daro orang-orang musyrik. Kemudian jika kamu (kaum Musyrikin) bertaubat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu, dan jika kamu berpaling maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritahukanlah kepada orangorang kafir (bahwa merkea akan) mendapat siksa yang pedih. Kecuali orang-orang musyrik yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengulangi sesuatupun (dari sisi perjanjian) mu dan tidak (pula) merkea membantu seseorang ynag memusuhi kamu, maka terhadap merka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa. Apabila telah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang Musyrikin itu di masa saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika merka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat , maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS At-Taubat : 1-5)
Ayat-ayat ini sangat jelas dan tegas sehingga tidak ada alasan lagi untuk memahami perang defensif sebagai asas jihad dalam Islam. Andapun tahu bahwa surat Bara‘ah ini termasuk bagian al-Quran yang diturunkan pada periode akhir, sehingga huum-hukumnya ynag sebagian besar dariapdana berkaitan dengan jihad permanen dan abadi. Saya tidak melihat adanya alasan yangkuat untuk mengatakan bahwa ayat-ayat ii menghapuskan ayat-ayat sebelumnya yang menetapkan jihad defensif, seperti firman Allah:
Artinya: “Telah diijinkan (berperang) bagi roang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka.” (QS Al-Hajj : 39)
Hal ini karena dasar disyariatkannya jihad itu tidak memandang kepada faktor penyerbuan atau pembelaan. Jihad disyariatkan hanyalah untuk menegakkan Kalimat Alah, membangun masyarakat Islam dan mendirikan negara islam di muka bumi. Sarana apa saja (selama dibenarkan dan diperlukan) maka harus dilakukan. Dalam kondisi tertentu mungkin sarana yang diperlukan adalah perdamaian, memberikan nasehat, pengajraan dan bimbingan. Pada saat seperti ini jihad tidak dapat ditafsirkan kecuali dengan hal tersebut. Dalam kondisi yang lain mungkin sarana ynag diperlukan adalah perang ofensif yang notabene merupakan puncak jihad.
Kondisi dan sarana ini penentuan dan penilaiannya dilakukan oleh penguasa Muslim ynag menguasai permasalahan dan ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya dan seluruh kaum Muslimin. Ini berarti bahwa sarana tersebut dia tas dibenarkan untuk merealisasikan jihad. Masing-masing dari sarana-sarana tersebut tidak boleh diterapkan kecuali sesuai dengan tuntutan kemaslhatannya. Pergantian sarana, atas dari tuntutan kemashlahatan, tidak berarti penghapusan sarana tersebut. Selain itu, haji Abu bakar ini merupkan pengajaran kepada kaum Muslimin tentang tata cara pelaksanaan ibadah haji di samping merupakan pendahuluan bagi haji Islam dan haji wada‘ yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw.
PENUTUP
Pada tahun kesembilan dan kesepuluh Hijriyah, peristiwa penting dan besar yang terjadi ialah perang Tabuk. Yakni peperangan melawan Romawi di negeri Syam. Peperangan ini diikuti oleh 30.000 kaum muslimin. Dalam peperangan ini ada tiga orang sahabat Nabi yang tidak ikut, yang kemudian disanksi oleh Rasulullah dengan mengucilkan mereka. Mereka ialah Ka’b bin Malik, Murrah bin Rabi’, dan Hilal bin Umayyah.
Setelah peperangan Tabuk, rasulullah mengutus Abu Bakar ash-Shiddiq untuk menunaikan ibadah haji. Ibadah haji ini merupakan haji persiapan untuk haji akbar, yakni haji Wadha’ yang dilaksanakan pada tahun kesebelas Hijriyah.
Pemakalah menyadari uraian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan. Untuk itu, pemakalah berharap kritikan dan masukan dari pembaca yang mendukung makalah ini. Pemakalah juga menyarankan kepada pembaca agar membaca kembali buku-buku ulama tentang sirah nabawiyah terkhusus tentang perang Tabuk dan Haji persiapan yang dipimpin oleh Abu Bakar ash-Shiddiq.
Penulis: Dhety Ummu Qie
BP: 20141911
Mahasiswa STAI-PIQ Sumatera Barat 2014