Thursday, December 8, 2016

An-nazhariy at-Tahliliy (Teori Analisis) Dalam Ilmu Dilalah

PENDAHULUAN
Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa senantiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan berbagai pendekatan untuk mengkajinya. Antara lain pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. 

Salah satu disiplin ilmu yang mempelajari tentang makna adalah ilmu dadalalah, di sini pemakalah akan menjelaskan tentang teori dasar ilmu dalalah, apa saja ruang lingkup dari pada ilmu dalalah tersebut, dan macam-macam makna.
Kata semantik dalam berasal dari bahasa Yunani yaitu sema (kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”.    Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik (Perancis: signe linguistique).  Semantik secara istilah adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya, atau dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang membahas arti atau makna.  Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi  gramatika,   dan semantik.  

Selain istilah semantik dalam sejarah linguistik ada pula digunakan istilah lain seperti semiotika, semiologi, semasiologi, sememik dan semik untuk merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti suatu tanda atau lambang. 
Sedangkan  cakupan semantik hanyalah makna atau arti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.  

Istilah ilmu dalalah muncul belakangan setelah munculnya istilah semantik, yang ditulis pertama kali oleh seorang ahli bahasa ber-kebangsaan Perancis Breal dalam bukunya Essai de semantique tahun 1897. Sebenarnya kajian tentang makna telah lama dilakukan oleh para ahli bahasa Arab, tetapi baru akhir abad 19 menjadi ilmu tersendiri, sebagaimana yang ada sekarang.  

Kajian tentang makna dalam tradisi Islam sebenarnya sudah muncul sejak masa-masa awal, tetapi belum menjadi ilmu tersendiri. Belakangan kajian tentang makna menjadi disiplin ilmu tersendiri yang dikenal dengan Ilmu dalalah atau ilmu dilalah (bahasa Arab) yang merupakan padanan dari kata semantique (bahasa Perancis) atau semantics (bahasa Inggris), atau semantik (bahasa Indonesia).

Dengan kata lain, semantik adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda dalam bahasa. Dalam bahasa Arab disebut ‘ilm- ad-dalalah.  ‘Ilm- ad-dalalah ini terdiri atas dua kata: ‘ilm yang berarti ilmu pengetahuan, dan al-dilalah yang berarti penunjukkan atau makna. Jadi, ‘ilm al-dilalah menurut bahasa adalah ilmu pengetahuan yang mengetahui tentang makna. Secara terminologis, ‘ilm- ad-dalalah sebagai salah satu cabang linguistik ‘ilm-al-lughoh yang telah berdiri sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang makna suatu bahasa, baik pada tataran makna mufrodat (kosa-kata) maupun pada makna dalam tataran tarokib (struktur atau gramatikal bahasa). 

Suatu kata mempunyai hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Ini merupakan akibat dari kandungan komponen makna yang kompleks. Ada beberapa hubungan semantis (antar makna) yang memperlihatkan adanya persamaan, pertentangan, tumpang tindih, dan sebagainnya. Hubungan inilah yang dikenal dalam ilmu bahasa, di antaranya, sebagai sinonim, antonim, hiponim, homonim dan polisemi. 

Dalam setiap bahasa,seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin salah satunya menyangkut hal kelainan makna (homonimi).  Oleh karena itu, pada makalah ini kami akan membahas tentang penegrtian homonimi beserta contohnya serta analisa makna dalam kalimat. 

PEMBAHASAN
A. AL MUSYTARAK AL LAFDZI / HOMONIM
الهومونيم : عبارة عن كلمات متشابهة في النطق والكتابة ولكنها مختلفة في الدلالة.
Homonimi (Al-Musytarak Al-Lafdzi) adalah beberapa kata yang sama, baik pelafalannya maupun bentuk tulisannya, tetapi maknanya berlainan. Sesungguhnya, kata-kata yang berhomonimi merupakan kata-kata yang berlainan dan kebetulan bentuknya sama. Oleh karena itu, maknanya juga tidak sama.  
Homonim ialah dua ujaran dalam bentuk kata yang sama lafalnya dan atau sama ejaannya/tulisannya.

Jika dua ujaran kata yang sama bunyinya dan atau sama ejaannya telah diketahui berasal dari sumber bahasa yang berbeda, maka dua kata yang ejaan dan lafalnya sama itu merupakan homonim.  

Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onama yang artinya “nama”, dan homo yang artinya “sama”. Secara harfiah homonimi dapat diartikan sebagai “nama sama untuk  benda atau hal lain “. Secara semantik, verhaar (  1978 ) memberi definisi homonimi sebagai ungkapan (berupa kata, frasa atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga berupa kata, frase atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama.

Umpamanya antara kata pacar yang berarti “inai” dengan pacar yang berarti “kekasih”; antara kata bisa yang berarti “racun ular” dan kata bisa yang berarti “sanggup, dapat”. Contoh lain, antara kata baku  yang berarti “standar” dengan baku yang berarti “saling”.

Hubungan antara kata pacar dengan arti “inai” dan kata pacar dengan arti “kekasih” inilah yang disebut homonim. Jadi kata pacar yang pertama berhomonim dengan kata pacar yang kedua. Begitu juga sebaliknya karena hubungan homonimi ini bersifat dua arah.  

Contoh lain, dalam Bahasa Arab, kata (غرب) dapat bermakna arah barat (الجهة) dan juga bermakna timba (الدلو). Contoh lain, kata (الجد) memiliki 3 (tiga) makna, yaitu: (1) bapak dari ayah/ibuأبو الأم / أبو الأب) ), (2) bagian, nasib baik (الحظ، البحت), (3) tepi sungai  (شاطئ النهر). Demikian pula dengan kata (السائل) dapat bermakna orang yang meminta (الذي يسأل) dan bermakna sesuatu yang mengalir (الذي يسيل).  

Kalau ditanyakan, bagaimana bisa terjadi bentuk-bentuk yang homonimi ini? Ada dua kemungkinan sebab terjadinya homonimi ini?

Pertama, bentuk-bentuk yang berhomonimi itu berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan. Misalnya, kata bisa yang berarti “racun ular” berasal dari bahasa Melayu sedangkan kata bisa yang berarti “sanggup” berasal dari bahasa Jawa. Contoh lain kata bang yang berarti “azan” berasal dari bahasa Jawa, sedangkan kata bang (kependekan dari abang) yang berarti “kakak laki-laki” berasal dari bahasa Melayu/dialek Jakarta. Kata asal yang berarti “pangkal, permulaan” berasal dari bahasa Melayu, sedangkan kata asal yang berarti “kalau” berasal dari dialek Jakarta.

Kedua, bentuk-bentuk yang bersinonimi itu terjadi sebagai hasil proses morfologi. Umpamanya kata mengukur dalam kalimat Ibu sedang mengukur kelapa di dapur adalah berhomonimi dengan kata mengukur dalam kalimat petugas agraria itu mengukur luasnya kebun kami. Jelas, kata mengukur yang pertama terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan me- pada kata kukur (me+kukur = mengukur); sedangkan kata mengukur yang kedua terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan me- pada kata ukur (me+ukur = mengukur ).

Sama halnya dengan sinonimi dan antonimi, homonimi inipun dapat terjadi pada tataran morfem, tataran kata, tataran frase, dan tataran kalimat.

Homonim antar morfem, tentunya antara sebuah morfem terikat dengan morfem terikat yang lainnya. Misalnya, antara morfem -nya pada kalimat: “Ini buku saya,  itu bukumu, dan yang disana bukunya“ berhomonimi dengan -nya pada kalimat  “Mau belajar tetapi bukunya belum ada”. Morfem -nya yang pertama adalah kata ganti orang ketiga sedangkan morfem -nya yang kedua menyatakan sebuah buku tertentu.

Homonim antar kata, misalnya antara kata bisa yang berarti “racun ular” dan kata bisa yang berarti “sanggup, atau dapat” seperti sudah disebutkan di muka. Contoh lain, antara kata semi yang berarti “tunas” dengan kata semi yang  berarti “tunas” dan kata semi yang berarti “setengah”.

Homonim antarfrase, misalnya antara frase cinta anak yang berarti “perasaan cinta dari seorang anak kepada ibunya” dan frase cinta anak yang berarti “cinta kepada anak dari seorang ibu”. Contoh lain, orang tua yang berarti “ayah ibu” dan frase orang tua yang berarti “orang yang sudah tua”. Juga antara frase lukisan Yusuf yang berarti “lukisan milik Yusuf, dan lukisan Yusuf yang berarti “lukisan hasil karya Yusuf”, serta lukisan Yusuf yang berarti “lukisan wajah Yusuf”.

Homonim antarkalimat, misalnya, antara Istri lurah yang baru itu cantik yang berarti “lurah yanng baru diangkat itu mempunyai istri yang cantik”, dan kalimat Istri lurah yang baru itu cantik yang berarti “lurah itu baru menikah lagi dengan seorang wanita yang cantik”.  

Homonimi, dalam Bahasa Arab, bukan hanya terjadi pada kata, tetapi juga bisa terjadi pada kalimat. Misalnya, (أنا لا أريد نصحك) kalimat ini bisa memiliki makna ganda, yaitu (أنا لا أريد أن أنصحك) artinya: Aku tidak ingin aku menasehatimu, dan juga bermakna (أنا لا أريد تنصحني) artinya: Aku tidak ingin kamu menasehatiku.

Contoh lain homonimi dalam kalimat (أطعمت عشرين رجلا وامرأة). Kalimat ini bisa memiliki beberapa makna, yaitu: “Aku member makan 15 orang pria dan 5 wanita”, “Aku member makan 10 orang pria dan 10 wanita”, dan seterusnya.  Dalam kajian ilmu Balaghah, homonimi disebut dengan istilah Jinas, yaitu kemiripan dua kata yang berbeda maknanya. Dengan kata lain, suatu kata yang digunakan pada tempat yang berbeda dan mempunyai makna yang berbeda.

Contoh, firman Allah SWT (QS. Ar-Ruum; 55) :
ويوم تقوم الساعة يقسم المجرمون ما لبثوا غير ساعة،  كذالك كانوا يؤفكون.
“Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; “mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)”. Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran).”

Pada ayat di atas, terdapat kata الساعة. Kata itu disebut dua kali. Pertama, bermakna hari kiamat. Kedua, bermakna waktu sesaat. Pengungkapan suatu kata yang mempunyai dua makna karena disebut pada tempat yang berbeda, dalam ilmu Balaghah, dinamakan Jinas. Sedangkan dalam ilmu Linguistik, pengertian semacam ini disebut Homonimi.  

B. ANALISIS  MAKNA TERHADAP KOMPONEN KALIMAT
Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic property, atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap kata atau unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut. Analisis ini mengandaikan setiap unsur leksikal memiliki atau tidak memiliki suatu ciri yang membedakannya dengan unsur lain (Chaer, 2009:115). Pengertian komponen menurut Palmer ialah keseluruhan makna dari suatu kata, terdiri atas sejumlah elemen, yang antara elemen yang satu dengan yang lain memiliki ciri yang berbeda-beda (Aminuddin, 2008:128).

Analisis dengan cara seperti ini sebenarnya bukan hal baru, R. Jacobson dan Morris Halle dalam laporan penelitian mereka tentang bunyi bahasa yang berjudul Preliminaries to Speech Analysis: The Distinctive Features and Their Correlates telah menggunakan cara analisis seperti itu. Dalam laporan itu mereka mendeskripsikan bunyi-bunyi bahasa dengan menyebutkan ciri-ciri pembeda di antara bunyi yang satu dengan bunyi yang lain. Bunyi-bunyi yang memiliki sesuatu ciri diberi tanda plus (+) dan yang tidak memiliki ciri itu diberi tanda minus (-). Konsep analisis dua-dua ini lazim disebut analisis biner oleh para ahli kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata yang lain.

Berkaitan dengan analisis komponen makna terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Pembeda makna dan hubungan antar komponen makna
2. Langkah analisis komponen makna
3. Hambatan analisis komponen makna
4. Prosedur analisis komponen makna

Pembeda Makna dan Hubungan antar komponen Makna, Untuk dapat menganalisi komponen makna seseorang perlu mengetahui hubungan-hubungan makna yang ada di dalam kata-kata. Misalnya kata melompat dan melompat-lompat mempunyai hubungan makna dan perbedaan makna, sehingga diperlukan komponen pembeda. Lain halnya jika kata melompat dibandingkan dengan kata melihat, terdapat kenyataan bahwa kedua kata itu tidak memperlihatkan hubungan makna. Komponen pembeda makna akan jelas apabila diketahui komponen makna. Komponen makna diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh kedekatan, kemiripan, kesamaan, dan ketidaksamaan suatu makna kata.

Berdasarkan hal tersebut di atas pembeda makna akan terjadi karena beberapa hal berikut ini.
1. Perbedaan bentuk akan melahirkan perbedaan makna; dan
2. Perubahan bentuk akan melahirkan hubungan makna.

Adapun Langkah Analisi Komponen Makna:
Menganalisis komponen makna memerlukan langkah-langkah tertentu. Nida menyebutkan enam langkah untuk menganalisis komponen makna.
1. Menyeleksi sementara makna yang muncul dari sejumlah komponen yang umum dengan pengertian makna yang dipilih masih berada di dalam makna tersebut. Misalnya, dalam kriteria marah terdapat leksem ‘mendongkol’, ‘menggerutu’, ‘mencaci maki’, dan ’mengoceh’.
2. Mendaftar semua ciri spesifik yang dimiliki oleh rujukannya. Misalnya, untuk kata ayah terdapat cirri spesifik antara: [+insan], [+jantan], [+kawin], dan [+anak].
3. Menentukan komponen yang dapat digunakan untuk kata yang lain. Misalnya, ciri ‘kelamin perempuan’ dapat digunakan untuk kata ibu, kakak perempuan, adik perempuan, bibi dan nenek.
4. Menentukan komponen diagnostik yang dapat digunakan untuk setiap kata. Misalnya untuk kata ayah terdapat komponen diagnostik ‘jantan’, satu turunan di atas ego. 
5. Mengecek data yang dilakukan pada langkah pertama. 
6. Mendeskripsikan komponen diagnostiknya, misalnya dalam bentuk    matriks.

Dalam menganalisis komponen makna, terdapat beberapa kesulitan atau hambatan sebagai berikut (Pateda, 2001:274).
1. Lambang yang didengar atau dibaca tidak diikuti dengan unsur-unsur suprasegmental dan juga unsur-unsur ekstra linguistik.
2. Tiap kata atau leksem berbeda pengertiannya untuk setiap disiplin ilmu. Kata seperti ini disebut istilah. Misalnya istilah kompetensi ada pada bidang linguistik, psikologi, dan pendidikan. Meskipun istilah itu memiliki medan yang sama, tetapi pasti ada perbedaan sesuai dengan disiplin ilmu tersebut.
3. Tiap kata atau leksem memiliki pemakaian yang berbeda-beda.
4. Leksem yang bersifat abstrak sulit untuk di deskripsikan. Misalnya: liberal, sistem.
5. Leksem yang bersifat dieksis dan fungsional sulit untuk dideskripsikan. Misalnya: ini, itu, dan, di.
6. Leksem-leksem yang bersifat umum sulit untuk dideskripsikan. Misalnya: binatang, burung, ikan, manusia.

Abdul Chaer menambahkan bahwa dari pengamatan terhadap data unsur-unsur leksikal ada tiga hal yang perlu dikemukakan berkenaan dengan analisis komponen makna.
1. Ada pasangan kata yang salah satu daripadanya lebih bersifat netral atau umum sedangkan yang lain lebih bersifat khusus. Misalnya pasangan kata mahasiswa dan mahasiswi. Kata mahasiswa lebih bersifat umum dan netral karena dapat termasuk pria dan wanita sedangkan kata mahasiswi lebih bersifat khusus karena hanya mengenai wanita. Unsur leksikal yang bersifat umum seperti kata tersebut dikenal sebagai amggota yang tidak bertanda dari pasangan itu. Dalam diagram anggota yang tidak bertanda ini diberi tanda 0 atau ±.
2. Ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasangannya karena memang mungkin tidak ada, tetapi ada juga yang mempunyai pasangan lebih dari satu. Contoh yang sukar dicari pasangannya antara lain kata-kata yang berkenaan dengan warna.
3. Seringkali kita sukar mengatur ciri-ciri semantik itu secara bertingkat, mana yang lebih bersifat umum dan mana yang lebih bersifat khusus. Umpamanya ciri [jantan] dan [dewasa] mana yang lebih bersifat umum. Keduanya dapat ditempatkan sebagai unsur yang lebih tinggi dalam diagram yang berlainan. Ciri-ciri semantik ini dikenal sebagai ciri-ciri penggolongan silang.

Prosedur Analisis Komponen Makna
Untuk menganalisis makna dapat digunakan berbagai prosedur. Nida (1975:64) menyebutkan empat teknik dalam menganalisis komponen makna yakni penamaan, parafrasis, pendefinisian dan pengklasifikasian (dalam Surayat, 2009:38).
1. Penamaan (Penyebutan)
Proses penamaan berkaitan dengan acuannya. Penamaan bersifat konvensional dan arbitrer. Konvensional berdasarkan kebiasaan masyarakat pemakainya sedangkan arbitrer berdasarkan kemauan masyarakatnya. Misalnya, leksem rumah mengacu ke ‘benda yang beratap, berdinding, berpintu, berjendela, dan biasa digunakan manusia untuk beristirahat’.
Ada beberapa cara dalam proses penamaan, antara lain: (1) peniruan bunyi, (2) penyebutan bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penyebutan apelativa, (5) penyebutan tempat asal, (6) penyebutan bahan, (7) penyebutan keserupaan, (8) penyebutan pemendekan, (9) penyebutan penemuan baru, dan (10) penyebutan pengistilahan.

2. Parafrasis
Parafrasis merupakan deskripsi lain dari suatu leksem, misalnya:
Paman dapat diparafrasis menjadi:
a. Adik laki-laki ayah
b. Adik laki-laki ibu

Berjalan dapat dihubungkan dengan:
a. Berdarmawisata
b. berjalan-jalan
c. bertamasya
d. makan angin
e. pesiar

3. Pengklasifikasian
Pengklasifikasian adalah cara memberikan pengertian pada suatu kata dengan cara menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain. Klasifikasi atau taksonomi merupakan suatu proses yang bersifat alamiah untuk menampilkan pengelompokan sesuai dengan pengalaman manusia. Klasifikasi dibedakan atas klasifikasi dikotomis yaitu klasifikasi yang terdiri atas dua anggota kelas atau subkelas saja dan klasifikasi kompleks yaitu klasifikasi yang memiliki lebih dari dua subkelas.

4. Pendefinisian
Pendefinisian adalah suatu proses memberi pengertian pada sebuah kata dengan menyampaikan seperangkat ciri pada kata tersebut supaya dapat dibedakan dari kata-kata lainnya sehingga dapat ditempatkan dengan tepat dan sesuai dengan konteks.

 Manfaat Analisis Komponen Makna,
Kajian semantik lewat analisis komponen lebih lanjut juga melatari kehadiran semantik interpretif seperti yang dikembangkan oleh Katz & Fodor. Jerrold J. Katz, mengungkapkan bahwa pemahaman komponen semantis sangat berperanan dalam upaya memahami pesan lewat penguraian fitur semantis suatu utterance. Selain itu, pemahaman komponen semantis juga berperanan dalam memproduksi kalimat-kalimat baru sehingga berbagai struktur sintaktik dan fonologis dapat dikembangkan dan diwujudkan. Pengembangan struktur sintaktik yang dilatari penguasaan komponen semantis yang dalam semantik interpretif, disebutkan memiliki hubungan erat dengan penguasaan makna kata seperti yang terdapat dalam kamus. Selain itu juga memperinci manfaat analisis komponen makna sebagai berikut.
1. Digunakan untuk membedakan makna suatu kata dengan kata yang lain.
Misalnya kata ayah dan ibu dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidak adanya ciri jantan.
Ciri Pembeda Ayah Ibu
1. manusia 
2. dewasa
3. kawin
4. jantan
+
+
+
+
+


2. Perumusan di dalam kamus.
Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwodarminto mendefinisikan kata kuda sebagai ‘binatang menyusui yang berkuku satu dan biasa dipiara orang untuk kendaraan’. Menurut Wunderlich (dalam Pateda, 2001) untuk mendefinisi sesuatu dapat digunakan definisi berdasarkan genus proximum (mengacu kepada rincian secara umum) dan differentia specifica (mengacu kepada spesifikasi sesuatu yang didefinisikan). Jadi ciri ‘binatang menyusui, berkuku satu, dan biasa dipiara orang’ adalah yang menjadi ciri umum dan ciri makna ‘kendaraan’ menjadi ciri khusus yang membedakannya dengan sapi dan kambing.

Ciri Pembeda Kuda Sapi Kambing
1. menyusui 
2. berkuku satu
3. dipiara
4. kendaraaan
+
+
+
+
+

+
+


3. Dapat digunakan untuk mencari perbedaan kata-kata yang bersinonim
Kata-kata bersinonim seperti kandang, pondok, rumah, istana, keraton, dan wisma. Kata tersebut dianggap bersinonim dengan makna dasar ‘tempat tinggal’. Kata kandang dapat dibedakan dari kelima kata lain berdasarkan ciri [+manusia] dan [-manusia].

Sebab- Sebab Perubahan Makna :
a. Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi
Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Di sini sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari pandangan baru, atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi. Perubahan makna kata sastra dan makna ‘tulisan’ sampai pada makna ‘karya imaginatif’ adalah salah satu contoh perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna kata sastra itu berubah. Pandangan baru atau teori barulah yang menyebabkan kata sastra yang tadinya bermakna buku yang baik isinya dan baik bahasanya ‘menjadi berarti’ karya yang bersifat imaginatif kreatif.

b. Perkembangan Sosial dan Budaya
Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna. Di sini sama dengan yang terjadi sebagai akibat perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, sebuah kata yang pada mulanya bermakna ‘A’, lalu berubah menjadi bermakna ‘B’ atau ‘C’ jadi, bentuk katanya tetap sama tetapi konsep makna yang dikandungnya sudah berubah. Misalnya kata saudara dalam bahasa Sansakerta bermakna ‘seperut’ atau ‘satu kandungan’. Kini kata saudara, walaupun masih juga digunakan dalam arti ‘orang yang lahir dari kandungan yang sama’ seperti dalam kalimat Saya mempunyai seorang saudara di sana, tetapi digunakan juga untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama. Misalnya dalam kalimat Surat Saudara sudah saya terima, atau kalimat Dimana Saudara dilahirkan ?.

c. Perbedaan Bidang Pemakaian
Bahwa setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut. Umpamanya dalam bidang pertanian ada kata- kata benih, menuai, panen menggarap, membajak, menabur, menanam, pupuk, dan hama. Dalam bidang pendidikan formal di sekolah ada kata- kata murid, guru, ujian, menyalin, menyontek, membaca, dan menghapal.

Kata- kata yangt menjadi kosakata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari- hari dapat terbantu dari bidangnya dan digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosakata umum. Oleh karena itu, kata-kata tersebut menjadi memiliki makna baru atau makna lain di samping makna aslinya (makna yang berlaku dalam bidangnya). Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan segala macam derivasinya, seperti tampak dalam frase menggarap sawah, tanah garapan, dan petani penggarap, kini banyak juga digunakan dalam bidang- bidang lain dengan makna ‘mengerjakan’ seperti tampak digunakan dalam frase menggarap skripsi, menggarap usul para anggota, menggarap generasi muda, dan menggarap naskah drama.

d. Adanya Asosiasi
Kata- kata yang digunakan di luar bidangnya, seperti dibicarakan di atas masih ada hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan dalam bidang asalnya. Umpamanya kata mencatut yang berasal dari bidang atau lingkungan perbengkelan dan pertukangan mempunyai makna bekerja dengan menggunakan catut. Dengan menggunakan catut ini maka pekerjaan yang dilakukan, misalnya mencabut paku, menjadi dapat dilakukan dengan mudah. Oleh karena itu, kalau digunakan dalam frase seperti mencatut karcis akan memiliki makna ‘memperoleh keuntungan dengan mudah melalui jual beli karcis’.

Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang lain, di sini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Umpamanya kata amplop yang berasal dari bidang administrasi atau surat- menyurat, makna asalnya adalah ‘sampul surat’. Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat tetapi bisa pula dimasukkan benda lain, misalnya uang. Oleh karena itu, dalam kalimat beri saja amplop maka urusan pasti beres, kata amplop di situ bermakna ‘uang’ sebab amplop yang dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa- apa melainkan berisi uang sebagai sogokan.

Asosiasi antara amplop dengan uang ini adalah berkenaan dengan wadah. Jadi, menyebut wadahnya yaitu amplop tetapi yang dimaksud adalah isinya, yaitu uang.
e. Pertukaran Tanggapan Indra.
Alat indra kita yang lima sebenarnya sudah mempunyai tugas-tugas tertentu untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Umpamanya rasa pahit, getir, dan manis harus ditanggap oleh alat perasa lidah. Rasa panas, dingin, dan sejuk harus ditanggap oleh alat perasa pada kulit. Gejala yang berkenaan dengan cahaya seperti terang, gelap, dan remang- remang harus ditanggap dengan alat indra mata; sedangkan yang berkenaan dengan bau harus ditanggap dengan alat indra penciuman, yaitu hidung.

Namun, dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara indra yang satu dengan indra lain. Rasa pedas, misalnya, yang seharusnya ditanggap oleh alat indra perasa pada lidah, tertukar menjadi ditanggap oleh alat indra pendengaran seperti tampak dalam ujaran kata-katanya cukup pedas. Keadaan ini, pertukaran alat indra penanggap, biasa disebut dengan istilah sinestesia. Istilah ini berasal dari bahasa yunani sun artinya ‘sama’ dan aisthetikas artinya ‘tampak’.

f. Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang teteap. Namun, karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang rendah (peyoratif), kurang menyenangkan. Disamping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang tinggi (amelioratif), atau yang mengenakkan.

g. Adanya Penyingkatan
Dalam bahasa Indonessia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan sevara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu maka kemudian orang lebih banyak menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan bentuk utuhnya. Misalnya kalau dikatakan Ayahnya meninggal tentu maksudnya adalah meninggal dunia. Jadi, meninggal adalah bentuk singkata dari ungkapan meninggal dunia.

Kalau disimak sebetulnya dalam khusus penyingkatan bukanlah peristiwa perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap. Yang terjadi adalah perubahan bentuk kata. Kata yang semula berbentuk utuh (panjang) disingkat menjadi bentuk tidak utuh yang pendek. Gejala penyingkatan ini bisa terjadi pula pada bentuk-bentuk yang sudah dipendek  kan seperti AMD adalah singkatan dari Abri Masuk Desa; dan Abri itu sendiri adalah kependekkan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Begitu banyaknya kependekkan ini sehingga banyak orang yang tidak tahu lagi bagaimana bentuk utuhnya, seperti radar, nilon, tilang.

h. Proses Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi (pengubahan kata) akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna, sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal. Jadi, tidaklah dapat dikatakan kalau dalam hal ini telah terjadi perubahan makna sebab yang terejadi adalah proses gramatikal dan proses gramatikal itu telah “melahirkan” makna-makna gramatikal.

i. Pengenbangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaatkan kosa kata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan memberi makna baru, entah dengan menyempitkan makna tersebut, meluaskan, maupun memberi arti baru sama sekali. 

Jenis Perubahan Makna: 
a. Meluas
Yang dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah ‘makna’, tapi kemudiankarena berbagai fgaktor menjadi memiliki makna-makna lain. 

b. Menyempit
Yang dimaksud dengan perubahan menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Misalnya, kata sarjana yang pada mulanya berarti ‘orang pandai’ atau ‘cendikiawan’, kemudian hanya berarti orang yang lulus dari perguruan tinggi.

c. Perubahan Total
Yang dimaksud dengan perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dan makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, tetapi sangkut pautnya nampaknya sudah jauh sekali. Misalnya, kata ceramah pada mulanya berarti ‘cerewet’ atau ‘banyak cakap’ tetapi ini berarti ‘pidato atau uraian’ mengenai sesuatu hal yang disampaikan di depan orang banyak.

d. Penghalusan (Eufemia)
Dalam pembicaraan mengenai penghalusan ini kita berhadapan dengan gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna kata yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang akan digantikan kecenderungan utuk menghaluskan makna kata tanpaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia.

Gejala penghalusan makna ini bukan barang baru dalam masyarakat Indonesia. Orang-orang dulu yang karena kepercayaan atau sebab-sebab lainnya akan mengganti kata buaya atau harimau dengan kata nenek; mengganti kat ular dengan kata akar atau oyod. 

e. Pengasaran
Yang disebut dengan perubahan pengasaran adalah usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan. Namun, banyak juga kata yang sebenarnaya bernilai kasar tetapi sengaja digunakan untuk lebih memberi tekakanan tetapi tanpa terasa kekasarannya.      

PENUTUP
Homonimi (Al-Musytarak Al-Lafdzi) adalah beberapa kata yang sama, baik pelafalannya maupun bentuk tulisannya, tetapi maknanya berlainan. Sesungguhnya, kata-kata yang berhomonimi merupakan kata-kata yang berlainan dan kebetulan bentuknya sama. Oleh karena itu, maknanya juga tidak sama. Homonim ialah dua ujaran dalam bentuk kata yang sama lafalnya dan atau sama ejaannya/tulisannya.

Jika dua ujaran kata yang sama bunyinya dan atau sama ejaannya telah diketahui berasal dari sumber bahasa yang berbeda, maka dua kata yang ejaan dan lafalnya sama itu merupakan homonim.

Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic property, atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap kata atau unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut. 

Penulis: Nurul Hadi
Editor: Pausil Abu Qie
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang 2014

================================================================
Note:
Pembaca yang budiman,
Bagi siapa yang ingin tulisan atau karya di ekspost di Suara Edukasi silahkan hubungi admin melalui:
Email: pausil.ws@gmail.com
HP/WA: 0853 6516 9414 / 0822 8823 9185

Info selengkapnya lihat di sini...

No comments:
Write comments

Recommended Posts × +